Sepak bola Nasib Klub setelah Bantuan APBD Dihentikan (1)
Persis Bertahan dengan Gali Lubang Tutup Lubang
SM/Setyo Wiyono LATIHAN: Para pemain Persis Solo beratih shooting di Stadion Sriwedari. Mereka tetap menjalani latihan meski gaji sempat terlambat beberapa hari. (40)
Kesulitan membelit klub-klub peserta Liga Indonesia pada penghujung musim 2007 ini, tak terkecuali tim-tim Jateng. Penyebabnya, permohonan dana tambahan yang mereka ajukan ke DPRD lewat APBD Perubahan sebagian besar ditolak. Klub-klub pun kelimpungan. Bagaimana mereka bertahan? Berikut catatan wartawan Suara Merdeka Gunarso, Budi Winarto, Setyo Wiyono, dan Muhammadun Sanomae yang diturunkan dalam tiga seri.
HARI-hari ini, para pengurus Persis Solo mestinya sedang pusing tujuh keliling. Dana yang mereka miliki sebesar Rp 10 miliar sudah habis sejak September lalu. Kalkulasinya, Rp 8,9 miliar untuk kontrak pemain. Sisanya Rp 1,1 miliar untuk operasional tim. Jumlah tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan tim hingga Liga dan Copa Indonesia tahun ini berakhir.
Lebih payah lagi, liga yang semula dijadwalkan tuntas Desember, molor menjadi Februari tahun depan. Praktis, kebutuhan dana tim-tim pun bertambah. Maklum, mereka harus tetap membayar gaji pemain dan operasional bulanan. Persis misalnya, harus merogoh kocek sedikitnya Rp 500 juta per bulan untuk gaji dan operasional tim.
Karena liga molor dua bulan dari Desember ke Februari, maka minimal mereka harus mencari tambahan Rp 1 miliar. Dengan dana mereka habis September silam, itu artinya ada blank dana lain selama tiga bulan, dari Oktober hingga Desember. Plus dua bulan jadwal molor itu, genaplah menjadi lima bulan. Kalau ditotal sebulannya butuh minimal Rp 500 juta, maka paling sedikit mereka harus mencari duit tambahan Rp 2,5 miliar agar bisa bertahan hingga kompetisi kelar.
"Untuk pertandingan tandang lokal saja butuh sekitar Rp 75 juta. Kalau ke luar pulau bisa di atas Rp 100 juta," ungkap Manajer Persis, Waseso. Uang sebesar itu untuk membayar ongkos hotel, tranportasi, bonus pemain, katering, dan lainnya.
Repotnya, Persis bergabung di Wilayah II atau Grup Timur, yang para pesertanya berasal dari kawasan Kalimantan (PKT Bontang, Persiba Balikpapan), Sulawesi (PSM Makassar, Persmin Minahasa, Persma Manado, Persiter Ternate, Persibom Bolaang Mongondow), dan Papua (Persipura Jayapura, Perseman Manokwari, dan Persiwa Wamena).
Untuk ke Papua, tiket pesawatnya saja mencapai Rp 2 juta per orang. Biasanya, tim berangkat membawa 18 pemain, tim pelatih, ofisial, dan pembantu umum, yang jumlahnya bisa mencapai 30 personel. Itu artinya, untuk transpor saja, butuh sekitar Rp 60 juta. Biaya akomodasinya pun tak akan jauh beda dari itu, karena mereka biasanya membutuhkan waktu sepekan penuh untuk menyelesaikan dua pertandingan.
Ketua Umum Persis FX Hadi Rudyatmo menyebut, dana Rp 10 miliar habis untuk membiayai tim senior, tim U-23 dan tim U-18. Jadi sejak awal Oktober, segala pengeluaran operasional menggunakan uang pinjaman. Pengurus harus rajin gali lubang tutup lubang.
Gadaikan Leher
Pria yang akrab disapa Rudy itu pun turun langsung untuk mencari utang. Tanpa dana pinjaman, kiprah Persis bisa terhenti. Jika itu terjadi, obsesi mengangkat tim sepak bola kebanggaan warga Surakarta itu bisa kembali ke nol lagi.
Persis sudah lama menahan hasrat mengulang masa kejayaan yang meredup selama 40 tahun terakhir. Kesebelasan sepak bola yang berdiri tahun 1923 itu, sejak tahun ini, kembali beranjak dari keterpurukan. Dua tahun berturut-turut tim berjuluk Laskar Sambernyawa melesat dari cengkeraman Divisi II ke Divisi Utama.
Kini mereka memburu obsesi lain, yakni target masuk Liga Super, kasta tertinggi kompetisi sepak bola nasional yang rencananya digelar mulai 2008. Delapan belas dari 36 tim yang kini berkompetisi dalam dua wilayah, bakal masuk ke level tersebut. Persis berada di urutan sembilan klasemen sementara Wilayah II dengan 38 poin.
Rivalnya sesama tim Jateng, Persijap Jepara, berada di urutan kelima setelah Persipura Jayapura, Persiwa Wamena, Deltras Sidoarjo, dan Arema Malang. Satu lagi tim Jateng, PSIS Semarang, masih berkutat di peringkat 12 wilayah I.
''Saya gadaikan leher saya untuk cari utangan. Persis tak bisa berhenti di tengah jalan, kita harus kejar target Liga Super,'' ujar Rudy, yang sehari-harinya menjabat sebagai Wakil Wali Kota Surakarta.
Kesulitan keuangan Persis sudah memukul masalah paling utama; gaji dan bonus pemain. Untuk kali pertama sepanjang tiga tahun terakhir sejak kembali aktif, Persis terlambat membayar gaji pemain pada November ini.
''Dulu pernah terlambat sehari-dua hari, tetapi itu terjadi karena teknis transfer bank. Sekarang baru betul-betul terlambat karena memang duitnya belum ada,'' tutur asisten manajer bidang keuangan, Sugianto.
Persis sebenarnya sudah mengajukan proposal permohonan dana tambahan ke DPRD Kota Surakarta. Namun permintaan mereka ditolak. DPRD punya alasan kuat.
Bantuan yang bersifat terus-menerus dari dana APBD terhadap lembaga non-pemerintah, termasuk klub sepak bola, mulai tahun anggaran 2007 memang tidak boleh lagi diberikan.
Ini sesuai amanat PP No 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang diperjelas dengan Permendagri No 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No 26/2006 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2007.
Tampaknya, Dewan tak mau di belakang hari kena getahnya disangka korupsi karena tidak taat asas. Entah bagaimana nasib Persis jika tahun depan target mereka masuk Liga Super tercapai. Soalnya, pada 2008, tak boleh lagi ada duit APBD yang mengalir ke klub. (*-40)
www.suaramerdeka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar